SayyidAhmad Zaini Dahlan Adalah salah seorang "Syaikhul Islam" yang ilmu dan dakwahnya menyebar ke seluruh penjuru dunia. beliau merupakan pengajar terkemuka di Masjidil haram yang kala itu
Daftar Isi Profil Sayyid Ahmad Zaini Dahlan1. Kelahiran2. Wafat3. Pendidikan4. Murid-Murid5. Mendapatkan Isyarat Ilahi6. Karya-KaryaKelahiranSayyid Ahmad Zaini Dahlan lahir pada tahun 1226 H /1811 M, riwayat lain lahir Jumadil Awwal 1233 H atau bertepatan pada tanggal 9 Maret 1818 M di Ahmad Zaini Dahlan adalah seorang Syeikhul Islam, Mufti Haromain dan Pembela Ahlus Sunnah Wal Jama`ah. Berasal dari keturunan yang mulia, ahlul bait Rosulullah beliau bersambung kepada Sayyiduna Hasan, cucu kesayangan Rasulullah Saw. Berdasarkan kitab Taajul-A`raas, juz 2, halaman 702 karya al-Imam al-A`llaamah al-Bahr al-Fahhamah al-Habib A`li bin Husain bin Muhammad bin Husain bin Ja`far al-A`ththoos. Nasabnya adalah seperti berikutSayyid Ahmad bin Zaini Dahlan bin Ahmad Dahlan bin Utsman Dahlan bin Ni’matUllah bin Abdur Rahman bin Muhammad bin Abdullah bin Utsman bin Athoya bin Faaris bin Musthofa bin Muhammad bin Ahmad bin Zaini bin Qaadir bin Abdul Wahhaab bin Muhammad bin Abdur Razzaaq bin Ali bin Ahmad bin Ahmad Mutsanna bin Muhammad bin Zakariyya bin Yahya bin Muhammad bin Abi Abdillah bin al-Hasan Sayyidina Abdul Qaadir al-Jilani, Sulthanul Awliya bin Abi Sholeh bin Musa bin Janki Dausat Haq bin Yahya az-Zaahid bin Muhammad bin Daud bin Muusa al-Juun bin Abdullah al-Mahd bin al-Hasan al-Mutsanna bin al-Hasan as-Sibth bin Sayyidinal-Imam Ali & Sayyidatina Fathimah al-Batuul rodliyallahu anhuma wa `anhum ajma`in binti Khatam an Nabiyyin Habib Rabbi al’ alamin Sayyid Wa Maulana Muhammad bin Abdillah Nurin min nurillah, Allahumma Shalli wa salim wa Barik Ahmad Zaini Dahlan wafat pada malam Ahad 4 Safar 1304 H /1886 M. Jenazah beliau disemayamkan di pekuburan Baqi', di antara kubah para keluarga dan putri Nabi akhir hayatnya, tepatnya pada akhir bulan Dzulhijah tahun 1303, ia memilih pergi ke kota Madinah. Maksudnya hendak bermukim beberapa lama sambil mengajar di sana. Namun di Madinah ia lebih memfokuskan diri beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tiap pagi dan sore ia secara rutin menziarahi makam datuknya, Rasulullah wafat dan tempat wafat Sayyid Ahmad telah disyaratkan oleh Habib Abu Bakar bin Abdurrahman bin Syihab melalui 9 bait-bait syair yang ia berikan kepada Sayyid ahmad sendiri, setahun sebelum ia Ahmad Zaini Dahlan mendapatkan pendidikan dasar dari ayahandanya sendiri sampai berhasil menghafalkan Al Qur'an dan beberapa kitab matan Alfiyah, Zubad dan lain-lain. Kemudian ia menuntut ilmu di Masjidil Haram kepada beberapa Syaikh. Al Allamah Syaikh Utsman bin Hasan Ad Dimyathi al Azhari merupakan "Syaikh Fath" yang banyak memepengaruhi menimba ilmu di kota kelahirannya, beliau kemudian dilantik menjadi mufti Mazhab Syafii, merangkap Syeikh al- Haram yaitu “pangkat” ulama tertinggi yang mengajar di Masjid al-Haram yang diangkat oleh Syeikh al-Islam yang berkedudukan di Istanbul, Turki. Beliau sangat terkenal, dan berawal dari itulah maka beliau diberi berbagai gelar dan julukan antaranya al-Imam al-Ajal Imam pada waktunya, Bahrul Akmal Lautan Kesempurnaan, Faridu Ashrihi wa Aawaanihi Ketunggalan masa dan waktunya, Syeikhul-Ilm wa Haamilu liwaaihi Syeikh Ilmu dan Pembawa benderanya Hafidzu Haditsin Nabi – Shallalahu Alaihi wa Sallam – wa Kawakibu Sama-ihi Penghafal Hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Bintang-bintang langitnya, Ka’batul Muriidin wa Murabbis Saalikiin Tumpuan para murid dan Pendidik para salik.Sayyid Ahmad pernah mendapatkan ijazah dan ilbas dari Habib Muhammad bin Husein Al Habsyi, mufti Makkah. Ia juga mendapatkan sanad dari Habib Umar bin Abdullah al Jufri dan Habib Abdur Rahman bin Ali Assegaf. Sebagai ilmuwan sejati ia mendalami fiqh Mazhab Imam Hanafi kepada Al Allamah Sayyid Muhammad Al Katbi. Tetapi tidak hanya fiqh Mazhab Hanafi. Pada Akhirnya ia mampu menguasai empat mazhab dengan sempurna. Setiap kali ada pertanyaan ditujukan kepadanya, ia senantiasa menjawab dengan dasar empat mazhab tersebutAlhasil, jika ada permasalahan sulit dan para ulama tak mendapatkan jalan keluar, sering kali Sayyid Ahmad menjadi pemecah kebuntuan. Karena ketinggian ilmunya. Sayyid Ahmad mendapatkan kepercayaan sebagai pengajar tertinggi di Masjidil Haram. Padahal, kala itu untuk menjadi pengajar seseorang harus lulus uji kemampuan kurang lebih 15 macam disiplin ilmu oleh para ulama besar di bidangnya mulia Sayyid ahmad, tidaklah membuat Sosok beliau besar kepala. Ia tetap mengedepankan musyawarah dan diskusi bersama ulama lain dalam menyikapi permasalahan beliau Sayyidi Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi dalam “Nafahatur Rahman” antara lain menulis “Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan hafal al-Qur`an dengan baik dan menguasai 7 cara bacaan Qur`an 7 qiraah. Beliau juga hafal kitab “asy-Syaathibiyyah” dan “al-Jazariyyah”, dua kitab yang sangat bermanfaat bagi pelajar yang hendak mempelajari qiraah 7. Kerana cinta dan perhatiannya pada al-Qur`an, beliau memerintahkan sejumlah qari untuk mengajar ilmu ini, beliau khawatir ilmu ini akan hilang jika tidak diajar terus.”Murid-MuridDiantara murid-murid beliau yang terkenal ialah Sayyid Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi rhm. Pengarang “I’anathuth-Tholibin Syarh Fath al-Mu’in karya al-Malibary” yang masyhur, Sayyidil Quthub al-Habib Ahmad bin Hasan al-Aththas rhm, Sayyid Abdullah az-Zawawi Mufti Syafi`iyyah, Mekah. Sayyid Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi telah mengarang kitab bernama “Nafahatur Rohman” yang merupakan manaqib atau biografi kebesaran gurunya Sayyid Ahmad ulama-ulama Nusantara yang pernah berguru dengan ulama besar ini ialah1. Syeikh Nawawi bin Umar Al-Jawi Al-Bantani Jawa Barat2. Syeikh Abdul Hamid Kudus Jawa Timur3. Syeikh Muhammad Khalil al-Maduri Jawa Timur4. Syeikh Muhammad Saleh bin Umar, Darat Semarang5. Syeikh Ahmad Khatib bin Abdul Latif bin Abdullah al-Minankabawi Sumatra Barat6. Syeikh Hasyim Asy’ari Jombang Jawa Timur7. Sayyid Utsman bin aqil bin Yahya Betawi DKI Jakarta8. Syeikh Arsyad Thawil al-Bantani Jawa Barat9. Tuan guru Kisa-i Minankabawi [atau namanya Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh. Beliau inilah yang melahirkan dua orang tokoh besar di dunia Melayu. Yang seorang ialah anak beliau sendiri, Dr. Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah. Dan yang seorang lagi ialah cucu beliau, Syeikh Abdul Malik Karim Amrullah HAMKA10. Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Shuhaimi11. Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathoni12. Tuan Hussin Kedah Malaysia13. Syeikh Ahmad Yunus Lingga,14. Datuk Hj Ahmad Ulama Brunei Dar as-Salam15. Tok Wan Din, nama lengkapnya Syeikh Wan Muhammad Zainal Abidin al-Fathoni,16. Syeikh Abdul Qadir al-Fathoni Tok Bendang Daya II,17. Haji Utsman bin Abdullah al-Minankabawi, Imam, Khatib dan Kadi Kuala Lumpur yang pertama,18. Syeikh Muhammad al-Fathoni bin Syeikh `Abdul Qadir bin `Abdur Rahman bin `Utsman al-Fathoni19. Sayyid `Abdur Rahman al-Aidrus Tok Ku Paloh20. Syeikh `Utsman Sarawak21. Syeikh Abdul Wahab RokanMendapatkan Isyarat Ilahi"Suatu hari ketika aku sedang berziarah ke makam Sayyidina Husein di Mesir, antara tidur dan terjaga, aku merasakan diriku berada di Makkah. Kemudian aku memasuki Masjidil Haram dan menanam pohon. Ajaibnya pohon itu tumbuh dengan cepat dan cabang-cabangnya memenuhi Masjidil Haram dan berbuah banyak." Begitulah cerita Syaikh Utsman bin Hasan, guru Sayyid itu bermimpi, dia adalah ulama terkemuka di Mesir. Setelah bermimpi demikian, tanpa ragu lagi ia segera berpindah ke Makkah dan membuka Majlis ta'lim di Masjidil Haram yang langsung diikuti banyak orang termasuk Sayyid Ahmad. Selang beberapa lama setelah melihat potensi besar dan kepatuhan Sayyid Ahmad kepadanya, Syaikh Utsman mulai mengeti ta'bir Tafsir mimpinya."Insya Allah kamulah Sayyid Ahmad, pohon yang aku lihat dalam mimpi. dan darimulah akan menyebar ilmu Syariat hingga akhir Zaman," ujar Syaikh Utsman kepada Syaikh Ahmad. Tiga tahun sebelum Meninggal dunia, Syaikh Utsman menyerahkan urusan pengajaran dan majelis-majelisnya di Masjidil Haram kepada Sayyid Ahmad mempunyai metode pengajaran yang sangat efektif. Satu metode yang belum pernah dipraktekan para ulama sebelumnya ialah, ia senantiasa mengajarkan ilmu-ilmu dasar terlebih dahulu sebelum mengajarkan kitab-kitab besar. Ia mengajarkan hukum-hukum yang bersifat detil furu' terlebih dahulu sebelum memberikan dasar hukum yang merupakan teori umum ushul. Metode pendidikan akhlaknya adalah dengan memberikan teladan dalam ucapan ddan tingkah semangat tinggi ia selalu memperhatikan keadaan membersihkan mereka dari sifat jelek dengan Riyadhah yang sesuai kondisi tiap individu, lalu menghiasi mereka dengan akhlak-akhlak yang mulia. Jika ia melihat salah seorang muridnya mempunyai suatu kelebihan dalam satu bidang tertentu, ia menyuruhnya mengajar murid di bawahnya. Berkat metode inilah, dengan singkat, Masjidil Haram dipenuhi para penuntut ilmu dari penjuru dunia, dan lahirlah ulama-ulama besar yang menyebarkan ilmunya ke seluruh pelosok itu, ia juga mempunyai perhatian terhadap nasib orang-orang yang berada di daerah pelosok. Khususnya mereka yang kurang peduli terhadap urusan pendidikan. Di sela-sela kesibukannya mengajar di Masjidil Haram, ia acapkali pergi ke pelosok-pelosok pegunungan sekitar Makkah untuk mengajarkan ilmu Al Qur'an dan ilmu-ilmu dasar yang merasa tak mampu lagi bepergian jauh, ia menugaskan beberapa murid untuk mengantikannya. Ia pun menulis Syarah "Al Ajrumiyah" dengan cara yang dirasa akan memudahkan orang-orang awam dalam memahami gramatika bahasa arab. Ia membegikan buah penanya itu secara perjuangannya tersebut, ilmu syariat tersebar merata sampai ke pelosok-pelosok Jazirah Arab. Di bawah asuhannya, tercatat sekitar 800 anak penduduk pelosok Arab yang berhasil menghafalkan Al Qur'an, dan sebagian lainnya memfokuskan diri mempelajari ilmu fiqh, ada pula yang menekuni ilmu lughah sastra arab.Karya-KaryaDi sela-sela kesibukannya mengajar dan berdakwah, Sayyid Ahmad juga produktif menghasilkan karya tulis yang berkualitas. Di antara kitab-kitab karyanya adalah Bidang Tassawuf, Taysirul Ushul wa Tashilil Wushul, ringakasan Risalah Qusairiyah. Juga syarah Syaikhul Islam, ringkasan Minhajul Abidin karya Al Ghazali, Al Lujainul Masbuk yang merupakan ringkasan bab syukur dalam kitab Ihya Ulummudin' Karya Al bidang tarikh atau sejarah karya-karyanya adalah As Siratun Nabawiyah, Al Futuhatul Islamiyah, Al Fathul Mubin fi siratil Khulafir Rasyidin, ringkasan masrau' Rawi tentang manaqib Bani Alawi. Juga Ad-Durruts Tsamin yang berisikan biografi para pemimpin kekhalifahan Islam, Bahaul'ain fi Binail Ka'bah wa Maatsaril Haramain, Irsyadul 'Ibad fi Fadhailil Jihad, Ad-Duras Saniyah Fir radd' Alal Wahabiyah yang berisikan argumen dan dalil-dalil yang menentang aliran Wahabi, dan Asnal Mathalib yang bersikan dalil selamatnya paman Nabi Muhammad Saw, Abu bidang tauhid ia menulis Fathul Jawwad, Syarah kitab Faidhhur Rahman, dan sebuah risalah yang membahas perbedaan mendasar antara pahamm Ahlus Sunnah dengan selainnya. dalam bidang Nahwu Syarah Al-Ajrumiyah, Syarah Alfiyah, dan sebuah risalah yang membahas bacaan "Basmala". Dalam bidang ma'ani dan bayan, telah ditulisnya sebuah kitab As-Samarqandyi dan Hasyiyah kitab Zubad karya Ibnu Ruslan, Hasyiyah kitab Mukhtashar Iydhah karya Syaikh Abdur Rauf dan kumpulan fatwa yang merupakan jawaban atas kumpulan syair. Itu semua menunjukkan kedalaman ilmu pengetahuannya dalam segala bidang. Beliau mempunyai risalah khusus yang berisi shighat shalawat.
SayyidAhmad Zaini Dahlan al-Hasany kembali ke rahmatullah pada tahun 1304 H/1886 M setelah menghabiskan usianya di jalan Allah berkhidmat untuk agamaNya. Beliau di maqamkan di Madinah al-Munawwarah. Sesungguhnya amat besar jasa ulama ini dalam mempertahankan pegangan Ahlus Sunnah wal Jama`ah sehingga beliau dijadikan tempat gembong2 Wahhabi

WhatsApp Facebook Twitter Pinterest Linkedin Copiar Link Zayn Malik e Gigi Hadid Photo by Neil Mockford/GC Images Foto GC Images Zayn Malik se envolveu em uma grande discussão com a família de sua ex-namorada e mãe de sua filha, Gigi Hadid. Segundo o TMZ, na quinta-feira 28, Yolanda Hadid, sogra do cantor, afirmou que teria sido agredida por Zayn na semana passada após um desententimento e estaria pensando seriamente em fazer um boletim de a notícia vir à tona, Malik se pronunciou e disse que este era um "assunto privado" e seria discutido internamente. Nesta sexta-feira 29, o mesmo portal de notícias descobriu que na verdade o caso se tornou um assunto público, já que Zayn foi acusado de crimes contra Gigi e Yolanda Hadid e acabou aceitando a foi acusado de 4 crimes de assédio e, segundo o portal "embora um médico oficial diga que ele confessou ser culpado de um, os funcionários do tribunal afirmaram que ele não contestou os outros três."De acordo com os documentos, obtidos pelo TMZ, Zayn estava na casa que dividia com Gigi na Pensilvânia em 29 de setembro e teve uma discussão. Ele supostamente chamou Yolanda de "vagabunda holandesa do caralho", ordenou-lhe que "ficasse longe da [minha] filha do caralho" e "a porra do esperma que saiu da [minha] porra do c ***". Ele então teria "empurrado ela [Yolanda] em uma cômoda causando angústia mental e dor física".Zayn nega qualquer contato físico, mas não contestou o assédio e foi multado. Ele está em liberdade condicional de 90 dias para cada acusação, totalizando 360 dias. Ele também deve concluir uma aula para "controle da raiva" e um programa contra a violência doméstica. Ele não pode ter contato com Yolanda ou com seu segurança. Zayn, Gigi e Yolanda durante a revelação do sexo do primeiro filho do ex-casal Foto Reprodução Quanto à acusação de assediar Gigi, de acordo com os médicos do tribunal, ele gritou com a modelo "Prenda algumas bolas de merda e defenda seu parceiro contra sua mãe em minha casa". Fontes disseram ao portal que Gigi estava em Paris na ocasião e Zayn supostamente falou com ela por telefone durante o um segurança por perto e, de acordo com os médicos, Zayn gritou "Tire a merda da porra do segurança da minha casa." Os médicos dizem que ele tentou lutar contra o que todas as condições sejam concluídas após 6 meses, o juiz pode encerrar a liberdade e Gigi se separaram após 6 anos de namoro. Eles são pais de Khai, uma menina de 1 é uma ex-modelo e mãe de Bella Hadid, Gigi e Anwar Hadid, que vem a ser namorado de Dua Lipa. Yolanda é uma ex-modelo e mãe de Bella, Gigi e Anwar Hadid, que vem a ser namorado de Dua Lipa. Foto Reprodução Ainda sobre o caso, um representante de Gigi fez um breve comentário em nome da modelo após a declaração de Zayn e o relato dele sobre a agressão “Gigi está focada exclusivamente no melhor para Khai. Ela pede privacidade durante esse período.” Nem Zayn nem Gigi comentaram sobre a separação em suas redes fez dois comentários sobre as alegações de ter batido em Yolanda. Ele disse ao TMZ, depois que o veículo publicou sua história, que "Eu nego veementemente ter atacado Yolanda Hadid e pelo bem da minha filha, recuso-me a dar mais detalhes e espero que Yolanda reconsidere suas falsas alegações e avance para a cura desses problemas familiares em particular.”Ele também publicou uma declaração em seu Twitter, pedindo privacidade pelo bem de Khai."Como todos vocês sabem, eu sou uma pessoa privada e quero muito criar um espaço seguro e privado para minha filha [Khai] crescer. Um lugar onde questões familiares privadas não sejam jogadas no cenário mundial para que todos possam cutucar e separar. Em um esforço para proteger esse espaço para ela, concordei em não contestar reivindicações decorrentes de uma discussão que tive com um membro da família da minha parceira que entrou em nossa casa enquanto minha parceira estava fora, algumas semanas atrás. Este era e ainda deveria ser um assunto privado, mas parece que por enquanto há divisões e, apesar dos meus esforços para restaurar-nos a um ambiente familiar pacífico que me permitirá ser co-pai da minha filha da maneira que ela merece, isso foi 'vazado' para a imprensa."

SyekhAhmad Dahlan Al-Pacitani; Syekh Muhammad Abdul Hay Al-Laknawi; Syekh Muhammad bin Abu Bakr Al-Ushfuri; Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazzi Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan; Syekh Zainuddin Al-Malibari; Kontak kami Maktabah At-Turmusy Litturots. Alamat: Jl. Raya Cilangkap No. 1 RT. 06/12 Cilangkap Tapos - Depok, 16458 Telp: Kantor (021

Sebagian besar dari kita mungkin masih mempunyai pandangan atau stigma negatif jika ada ulama yang dekat dengan penguasa. Stigma tersebut bisa jadi bermula dari anggapan bahwa setiap penguasa itu kotor dan sangat jauh dari doktrin-doktrin keagamaan. Hal tersebut diperparah dengan narasi bahwa sebagian ulama yang mendekat kepada penguasa tidak lain hanyalah boneka yang sedang mencari panggung dengan menjilat penguasa. Tentu pandangan tersebut sangatlah berlebihan. Jika kedua hal tersebut terus dibenturkan ya tentu tidak akan menemukan titik agama dan kekuasaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya mempunyai pertalian yang begitu kuat. Meminjam istilah Imam Al-Ghazali dua hal tersebut adalah dua saudara kembar yang tidak bisa dipisahkan. الدِّيْنُ وَالْمُلكُ توأمَانِ، فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ، فَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارَسَ لَهُ فَضَائِعٌ“Agama dan kekuasaan negara adalah dua saudara kembar. Agama merupakan pondasi, sedangkan kekuasaan negara adalah pengawalnya. Sesuatu yang tidak memiliki pondasi, akan runtuh, sedangkan sesuatu yang tidak memiliki pengawal, akan tersia-siakan”.Oleh sebab itu di antara para ulama salaf semenjak dahulu juga banyak yang dikenal dekat dengan penguasa. Salah satu ulama yang berinteraksi dengan penguasa adalah Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, salah seorang mufti Syafi’iyyah di Mekkah abad 19. Ia merupakan mahaguru dari banyak ulama nusantara, seperti Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Abdul Hamid Kudus, Kholil Bangkalan, Sholeh Darat, Sholeh Langitan dan sederet ulama besar lainnya. Secara garis keturunan, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan masih bersambung dengan Syekh Abdul Qodir al-Jailani dan Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Ahmad bin Zaini Dahlan mempunyai kedudukan yang tinggi di kalangan ulama tanah Haram Mekkah. Ia sangat diperhitungkan. Banyak sekali gelar kehormatan yang tersemat dalam dirinya. Ia juga memiliki banyak karya kitab berbagai disiplin keilmuan yang sampai saat ini masih terus dikaji, bahkan di penghujung usianya beliau masih sangat produktif. Setiap hari tak kurang lima halaman kitab selalu ditulis beliau di sela-sela sibuk mengajar di Masjidil Haram dan terus menulis kitab. Syekh Ahmad Zaini Dahlan juga begitu memperhatikan pendidikan di kalangan penguasa. Perhatian terhadap penguasa ini bermula ketika guru beberapa ulama Nusantara ini mendapatkan perintah dan titah oleh gurunya, yakni Sayyid Utsman bin Hasan ad-Dimyathi guru memerintahkannya untuk memperhatikan dan masuk di lingkaran penguasa kala itu. Sayyid Utsman memerintahkan agar ia senantiasa mendampingi para penguasa dalam rangka menyebarkan ilmu di antara mereka, sekaligus memberikan rambu-rambu yang mesti diperhatikan oleh mereka agar tidak melewati batas-batas yang telah diatur oleh syariat. Secara detail pesan Sayyid Utsman pernah dicatat oleh Sayyid Abu Bakar Syatho dalam kitab Nafhat al-Rahman fi Ba’dzi Manqib Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlanالعِلْمُ فِى كُلِّ الناَّسِ حَسَنٌ, وَلَكِنَّهُ فِى الْأُمَرَاءِ وَالرُّؤَسَاءِ أَحْسَنُ. لِأَنَّهُمْ إِذَا صَلَحُوا صَلَحَتْ الرَّعِيَّةُ. وَصَلَاحُهُمْ إِنَّمَا يَكُوْنُ بِالْعِلْمِ وَالرِّوَايَةِ. وَبِهِ يَعْرِفُوْنَ رَتْبَةَ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ سَائِرِ الْعِبَادِ فَيُعِيْنُوْنَهُمْ عَلَى مَا أَرَادُوا مِنْ نَشْرِ العِلْمِ وَرَدْعِ الْفَسَادِ“Ilmu bagi sebagian besar manusia akan menjadikan manusia menjadi baik. Sedangkan ilmu jika dimiliki oleh seorang penguasa akan jauh lebih baik. Karena jika para penguasa tersebut baik maka rakyatnya pun juga akan menjadi baik. Dan kebaikan para penguasa tidak lain haruslah berdasarkan ilmu dan riwayat. Dengan dasar ilmu pengetahuan mereka akan mengerti kedudukan dari seorang ahlul ilmi dan ulama di antara semua manusia. Dengan begitu para penguasa akan turut serta membantu misi-misi para ulama untuk menyebarkan ilmu dan memberangus kerusakan.”Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan pun dengan tulus melaksanakan perintah gurunya. Dengan harapan dakwah tersebut bisa menjangkau kalangan yang lebih luas. Sayyid Ahmad pun tak bergeming dengan suara sumbang yang merendahkan keputusannya untuk tetap menjalin relasi ilmu dengan para penguasa. Ia tak memperdulikan semua sekali pihak yang memandang sebelah mata, tak terkecuali beberapa kawan sejawatnya. “Bagaimana bisa seorang ulama masuk dalam lingkaran penguasa, padahal sudah jelas dekat penguasa adalah hal yang dilarang. Ulama istana tak ubahnya adalah pencuri yang juga mesti dipotong tangannya”. Menanggapi hal ini, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan santai saja. Beliau berpendapat bahwa justru para ulama mempunyai kewajiban moral untuk dekat dengan penguasa. Dekat dalam artian memberikan pengaruh dakwah kepada mereka bukan untuk dipengaruhi. Karena menurutnya, ulama memang bisa memberikan hukum halal, haram, boleh atau tidak dalam prespektif syariat, namun ada satu wilayah yang tidak bisa disentuh oleh para ulama, dan wilayah ini hanya bisa dijalankan oleh penguasa. Apa itu? Tidak lain adalah membuat peraturan perundangan undangan dan mengawasi titik ini, menurut Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, ulama tidak bisa berbuat sebagaimana penguasa. Jika pemerintah atau penguasa dalam setiap kebijakannya dipengaruhi dan dilatarbelakangi dengan ilmu para ulama, bisa jadi manfaat dan ilmu para ulama akan lebih bisa diterima oleh masyarakat. Begitu pula sebaliknya. Bayangkan jika ternyata ketika membuat kebijakan para penguasa tidak menjadikan para ulama sebagai dasar. Bisa jadi buah dan hasil kebijakannya akan jauh dari syariat. Dan hal ini tentu adalah tanggung jawab Imam Ghazali pun ikut dikutip. Menurut Imam al-Ghazali, jika tujuan masuk circle kekuasaan adalah untuk membuat kerusakan pada kaum muslimin maka hal ini jelas dilarang agama. Akan tetapi jika sebaliknya maka hal ini sangat dianjurkanإِذَا كَانَ يَسْتَعِيْنُ بِهِ عَلَى إِضْرَارِ الْمُسْلِمِيْنَ وَ إِيثَارِ الدُّنْيَا عَلَى الدِّيْنِ. وَأَمَّا إِذَا كَانَ لِإِصْلَاحِ الْعِبَادِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بِمَمْنُوْعٍ بَلْ هُوَ مُتَعَيَّنٌ عَلَى الْعُلَمَاءِ وَالزُّهَادِ.“Hukum dekat dengan penguasa adalah haram Jika tujuan masuk dalam lingkaran penguasa adalah untuk mencelakai orang Islam dan mengejar kekuasaan dunia,. Adapun jika tujuannya adalah untuk memberikan kemanfaatan kepada manusia maka itu tidaklah dilarang, bahkan itu juga bisa jadi sebuah kewajiban bagi seorang ulama dan para zahid”Sehingga sekalipun Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan dikenal dekat dengan penguasa, akan tetapi terdapat misi dan tujuan besar yang hendak dicapainya. Bukan sekedar dekat atau memanfaatkan’ posisinya seharusnya niat dan tujuan kita dalam menjalin relasi dengan penguasa, yaitu agar masyarakat dan para ulama memiliki andil dalam jalannya roda pemerintahan. Di sisi lain, penguasa tidak seenaknya dalam membuat norma dan relasi ulama dan umara diniati dan terlaksana dengan baik, bukan tidak mungkin kelak akan terwujud tatanan masyarakat yang tenang, sejahtera dan beretika. AN
AhmadZaini Dahlan adalah Mufti Agung mazhab Syafi'i di Mekah,[1][2] dan Syaikhul Islam di wilayah Hijaz, negara Ottoman,[3] dan Imam al-Haramain ,[4] serta menjadi sejarawan dan teolog Asy'ari. Ia dikenal karena kritiknya yang ekstrem terhadap Wahhabisme dan kecenderungannya terhadap tasawuf .[5] Dalam risalahnya menentang pengaruh Wahhabi, Dahlan dengan jelas memandang tasawuf sebagai bagian Ibnu Sa’ad dan Mala meriwayatkan di dalam sirahnya bahwa Rasulullah SAW telah bersabda "Pada setiap generasi umatku terdapat manusia-manusia adil dari kalangan Ahlul Baitku, yang menyingkirkan dari agama ini segala bentuk penyimpangan orang-orang yang sesat, pemalsuan orang-orang yang batil, dan petakwilan orang-orang yang bodoh." Di kalangan dunia penuntut ilmu di pondok-pondok pesantren, nama Sayyid Ahmad Zaini Dahlan sudah tidak asing lagi. Namanya harum dan masyhur di kalangan mereka karena sebagian besar sanad keilmuan para ulama Nusantara Indonesia, Malaysia dan Pathani bersambung kepada ulama besar ini. Beliau sangat terkenal sebagai seorang ulama pembela Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam menentang faham Wahabi, sehingga ulama besar ini sangat dibenci dan amat dimusuhi oleh golongan wahabi. Maka, banyak fitnah yang ditaburkan terhadap beliau. Tujuannya tidak lain agar umat Islam yang tidak tahu yang sebenarnya, menjauh. Menurut riwayat, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan lahir di Makkah pada 1232H /1816M. Selesai menimba ilmu di kota kelahirannya, ia lantas dilantik menjadi mufti Mazhab Syafi'i, merangkap “Syeikhul Harom”, suatu pangkat ulama tertinggi saat itu yang mengajar di Masjidil Harom yang diangkat oleh Syeikhul Islam yang berkedudukan di Istanbul, Turki. Ulama besar inilah yang telah memberi perlindungan kepada Syaikh Rahmatullah bin Kholilurrohman al-Kironawi al-Hindi al-Utsmani lahir 1226H /1811M, riwayat lain lahir Jumadil Awwal 1233H /9 Maret 1818M, wafat malam Jum`at, 22 Ramadan 1308H /2 Mei 1891M ketika diburu oleh penjajah Inggris bahkan beliau memperkenalkannya kepada pemerintah Makkah. Sehingga Syeikh Rahmatullah mendapat izin untuk membuka Madrasah Shoulatiyah. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan merupakan seorang Syeikhul Islam, Mufti Haromain dan Pembela Ahlus Sunnah Wal Jama`ah. Berasal dari keturunan yang mulia, ahlul bait Rosulullah Saw. Silsilah beliau bersambung kepada Sayyidina Hasan, cucu kesayangan Rasulullah SAW. Berdasarkan kitab Taajul-A`raas, Juz 2, halaman 702 karya al-Imam al-A`llaamah al-Bahr al-Fahhamah al-Habib A`li bin Husain bin Muhammad bin Husain bin Ja`far al-A`ththoos disebutkan urutan nasabnya seperti berikut Al-Imam al-Ajal wal-Bahrul Akmal Faridu Ashrihi wa Aawaanihi Syaikhul-Ilm wa Haamilu liwaaihi wa Hafidzu Haditsin Nabi wa Kawakibu Sama-ihi, Ka’batul Muriidin wa Murabbis Saalikiin asy-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan bin Ahmad Dahlan bin Utsman Dahlan bin Ni’matUllah bin Abdur Rahman bin Muhammad bin Abdullah bin Utsman bin Athoya bin Faaris bin Musthofa bin Muhammad bin Ahmad bin Zaini bin Qaadir bin Abdul Wahhaab bin Muhammad bin Abdur Razzaaq bin Ali bin Ahmad bin Ahmad Mutsanna bin Muhammad bin Zakariyya bin Yahya bin Muhammad bin Abi Abdillah bin al-Hasan bin Sayyidina Abdul Qaadir al-Jilani, Sulthanul Awliya bin Abi Sholeh bin Musa bin Janki Dausat Haq bin Yahya az-Zaahid bin Muhammad bin Daud bin Muusa al-Juun bin Abdullah al-Mahd bin al-Hasan al-Mutsanna bin al-Hasan as-Sibth bin Sayyidinal-Imam Ali & Sayyidatina Fathimah al-Batuul rodliyallahu anhuma wa `anhum ajma`in. Murid-muridnya Diantara murid-murid beliau yang terkenal ialah Sayyid Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi, pengarang “I’anathuth-Tholibin Syarh Fath al-Mu’in karya al-Malibary” yang masyhur, Sayyidil Quthub al-Habib Ahmad bin Hasan al-Aththas, Sayyid Abdullah az-Zawawi Mufti Syafi`iyyah, Mekah. Sayyid Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi telah mengarang kitab bernama “Nafahatur Rohman” yang merupakan manaqib atau biografi kebesaran gurunya Sayyid Ahmad. Adapun ulama-ulama Nusantara yang pernah berguru dengan ulama besar ini ialah- Syeikh Nawawi bin Umar Al-Jawi Al-Bantani Jawa Barat Syeikh Abdul Hamid Kudus Jawa Timur Syeikh Muhammad Khalil al-Maduri Jawa Timur Syeikh Muhammad Saleh bin Umar, Darat Semarang Syeikh Ahmad Khatib bin Abdul Latif bin Abdullah al-Minankabawi Sumatra Barat Syeikh Hasyim Asy’ari Jombang Jawa Timur Sayyid Utsman bin aqil bin Yahya Betawi DKI Jakarta Syeikh Arsyad Thawil al-Bantani Jawa Barat Tuan guru Kisa-i Minankabawi [atau namanya Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh. Beliau inilah yang melahirkan dua orang tokoh besar di dunia Melayu. Satu, putra beliau sendiri, Dr. Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah. Kedua, cucu beliau, Syeikh Abdul Malik Karim Amrullah HAMKA Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Shuhaimi Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathoni Tuan Hussin Kedah Malaysia Syeikh Ahmad Yunus Lingga, Datuk Hj Ahmad Ulama Brunei Dar as-Salam Tok Wan Din, nama lengkapnya Syeikh Wan Muhammad Zainal Abidin al-Fathoni, Syeikh Abdul Qadir al-Fathoni Tok Bendang Daya II, Haji Utsman bin Abdullah al-Minankabawi, Imam, Khatib dan Kadi Kuala Lumpur yang pertama, Syeikh Muhammad al-Fathoni bin Syeikh `Abdul Qadir bin `Abdur Rahman bin `Utsman al-Fathoni Sayyid `Abdur Rahman al-Aidrus Tok Ku Paloh Syeikh `Utsman Sarawak Syeikh Abdul Wahab Rokan Dan lain-lain. Para ulama banyak memberikan gelar kepada beliau antara lain sebagai al-Imam al-Ajal Imam pada waktunya, Bahrul Akmal Lautan Kesempurnaan, Faridu Ashrihi wa Aawaanihi Ketunggalan masa dan waktunya, Syaikhul-Ilm wa Haamilu liwaaihi Syaikh Ilmu dan Pembawa benderanya Hafidzu Haditsin Nabi SAW wa Kawakibu Sama-ihi Penghafal Hadits Nabi SAW. dan Bintang-bintang langitnya, Ka’batul Muriidin wa Murabbis Saalikiin Tumpuan para murid dan Pendidik para salik, dan lain-lain. Inilah orang yang difitnah dan dituduh oleh gembong-gembong wahabi sebagai tukang fitnah. Ketahuilah bahwa orang yang pertama kali memfitnah Sayyid Ahmad Zaini Dahlan adalah Rasyid Ridha murid Muhammad Abduh yang mengarang “Tafsir al-Manar” rujukan kaum Wahabi. Tujuan mereka memfitnah Sayyid Ahmad adalah untuk memusnahkan ilmu dan pengetahuan yang sebenarnya, agar kebatilan mereka diterima. Sesungguhnya Sayyid Ahmad bersih dari tuduhan musuh-musuhnya tersebut, beliau adalah ulama yang tsiqat yang bisa dipercaya. Sayyid Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi dalam “Nafahatur Rohman” antara lain menulis- “Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan hafal al-Qur`an dengan baik dan menguasai 7 cara bacaan Qur`an Qiroatus Sab`ah. Beliau juga hafal kitab “asy-Syaathibiyyah” dan “al-Jazariyyah”, dua kitab yang sangat bermanfaat bagi pelajar yang hendak mempelajari qiroah sab`ah. Karena cinta dan perhatiannya pada al-Qur`an, beliau memerintahkan sejumlah qori untuk mengajar ilmu ini, beliau kawatir ilmu ini akan hilang jika tidak diajarkan terus.” Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasany kembali ke rahmatullah pada tahun 1304 H /1886 M setelah menghabiskan usianya di jalan Allah berkhidmat untuk agama-Nya. Beliau dimaqamkan di Madinah al-Munawwarah. Sangat amat besar jasa ulama ini dalam mempertahankan pegangan Ahlus Sunnah wal Jama`ah sehingga beliau dijadikan tempat gembong-gembong wahabi ahlul bughoh melepas geram dengan berbagai fitnah dan cacian. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan adalah seorang ulama yang produktif. Selain melahirkan para ulama beliau juga menghasilkan karangan yang sangat banyak, diantaranya adalah 1. Al-Futuhatul Islamiyyah; 2. Tarikh Duwalul Islamiyyah; 3. Khulasatul Kalam fi Umuri Baladil Haram; 4. Al-Fathul Mubin fi Fadhoil Khulafa ar-Rasyidin; 5. Ad-Durarus Saniyyah fi raddi alal Wahhabiyyah; 6. Asnal Matholib fi Najati Abi Tholib; 7. Tanbihul Ghafilin Mukhtasar Minhajul Abidin; 8. Hasyiah Matan Samarqandi; 9. Risalah al-Isti`araat; 10. Risalah I’raab Ja-a Zaidun; 11. Risalah al-Bayyinaat; 12. Risalah fi Fadhoilis Sholah; 13. Shirathun Nabawiyyah; 14. Syarah Ajrumiyyah; 15. Fathul Jawad al-Mannan; 16. Al-Fawaiduz Zainiyyah Syarah Alfiyyah as-Sayuthi; 17. Manhalul Athsyaan; dll. “ad-Durarus Saniyyah fir raddi alal Wahhabiyyah” Mutiara-mutiara yang amat berharga untuk menolak faham Wahhabi. Inilah diantara kitab karangan Panutan kita Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan al-Hasany. Kitab inilah yang menyebabkan gerombolan wahabi marah dan murka dengan Sayyid Ahmad. Diantara isi kitab ini ialah penjelasan mengenai hukum ziarah ke maqbaroh Nabi Muhammad SAW, hukum tawassul, hukum istighotsah, hukum tabarruk ngalap berkah, kesesatan wahabi, penolakan ulama terhadap Muhammad bin Abdul Wahhab dan sejarah muncul dan perlakuan Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikutnya. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan mengatakan "Abd al-Wahhab, bapak Muhammad bin abdul wahab adalah seorang yang salih dan merupakan seorang tokoh ahli ilmu, begitu juga dengan al-Syaikh Sulaiman. Al-Syaikh `Abd al-Wahhab dan al-Syaikh Sulaiman, keduanya dari awal ketika Muhammad mengikuti pengajarannya di Madinah al-Munawwarah telah mengetahui pendapat dan pemikiran Muhammad yang meragukan. Keduanya telah mengkritik dan mencela pendapatnya dan mereka berdua turut memperingatkan orang ramai mengenai bahayanya pemikiran Muhammad. [ tuqilan Sayyid Zaini Dahlan, al-Futuhat al-Islamiyah, Vol. 2, hlm. 357]. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan Dalam keterangan beliau yang lain dikatakan bahwa bapaknya `Abd al-Wahhab, saudaranya Sulaiman dan guru-gurunya telah dapat mengenali tanda-tanda penyelewengan agama ilhad dalam diri Muhammad yang didasarkan kepada perkataan, perbuatan dan tentangan Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap banyak persoalan agama. [Zaini Dahlan, al-Futuhat al-Islamiyah, Vol. 2, hlm. 357]. Dari Kitab ad-Durarus Saniyyah fir raddi alal Wahhabiyyah, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan Asy-Syafi’i menulis "Diantara sifat-sifat wahabi yang tercela ialah kebusukan dan kekejiannya dalam melarang orang berziarah ke makam dan membaca sholawat atas Nabi SAW, bahkan dia Muhammad bin Abdul Wahhab sampai menyakiti orang yang hanya sekedar mendengarkan bacaan sholawat dan yang membacanya di malam Jum’at serta yang mengeraskan bacaannya di atas menara-menara dengan siksaan yang amat pedih. Pernah suatu ketika salah seorang lelaki buta yang memiliki suara yang bagus bertugas sebagai muadzin, dia telah dilarang mengucapkan shalawat di atas menara, namun lelaki itu selesai melakukan adzan membaca shalawat, maka langsung seketika itu pula dia diperintahkan untuk dibunuh, kemudian dibunuhlah dia, setelah itu Muhammad bin Abdul Wahhab berkata “Perempuan-perempuan yang berzina di rumah pelacuran adalah lebih sedikit dosanya daripada para muadzin yang melakukan adzan di menara-menara dengan membaca shalawat atas Nabi. Kemudian dia memberitahukan kepada sahabat-sahabatnya bahwa apa yang dilakukan itu adalah untuk memelihara kemurnian tauhid kayaknya orang ini maniak atau menderita sindrom tertentu -red. Maka betapa kejinya apa yang diucapkannya dan betapa jahatnya apa yang dilakukanya mirip revolusi komunisme -red." Tidak hanya itu saja, bahkan diapun membakar kitab Dalailul Khairat Kitab ini yang dibaca para pejuang Afghanistan sehingga mampu mengusir Uni Sovyet/Rusia, namun kemudian Wahabi mengirim Taliban yang akan membakar kitab itu -red. dan juga kitab-kitab lainnya yang memuat bacaan-bacaan shalawat serta keutamaan membacanya ikut dibakar, sambil berkata apa yang dilakukan ini semata-mata untuk memelihara kemurnian tauhid. Muhammad bin Abdul Wahhab juga melarang para pengikutnya membaca kitab-kitab fiqih, tafsir dan hadits serta membakar sebagian besar kitab-kitab tersebut, karena dianggap susunan dan karangan orang-orang kafir. Kemudian menyarankan kepada para pengikutnya untuk menafsirkan Al Qur’an sesuai dengan kadar kemampuannya, sehingga para pengikutnya menjadi biadab dan masing-masing menafsirkan Al Qur’an sesuai dengan kadar kemampuannya, sekalipun tidak secuil-pun dari ayat Al Qur’an yang dihafalnya. Lalu ada seseorang dari mereka berkata kepada seseorang “Bacalah ayat Al Qur’an kepadaku, aku akan menafsirkanya untukmu, dan apabila telah dibacakannya kepadanya maka dia menafsirkan dengan pendapatnya sendiri. Dia memerintahkan kepada mereka untuk mengamalkan dan menetapkan hukum sesuai dengan apa yang mereka fahami serta memperioritaskan kehendaknya di atas kitab-kitab ilmu dan nash-nash para ulama, dia mengatakan bahwa sebagian besar pendapat para imam keempat madzhab itu tidak ada apa-apanya. Sekali waktu, kadang memang dia menutupinya dengan mengatakan bahwa para imam ke empat madzhab Ahlussunnah adalah benar, namun dia juga mencela orang-orang yang sesat lagi menyesatkan. Dan di lain waktu dia mengatakan bahwa syari’at itu sebenarnya hanyalah satu, namun mengapa mereka para imam madzhab menjadikan empat madzhab. Ini adalah kitab Allah dan sunnah Rasul, kami tidak akan beramal kecuali dengan berdasar kepada keduanya dan kami sekali-kali tidak akan mengikuti pendapat orang-orang Mesir, Syam dan India. Yang dimaksud adalah pendapat tokoh-tokoh ulama Hambaliyyah dan lainnya dari ulama-ulama yang menyusun buku-buku yang menyerang fahamnya. Dan, dialah orang yang mengurangi keagungan Rasulullah SAW atas dasar memelihara kemurnian tauhid. Dia mengatakan bahwa Nabi SAW itu tak ubahnya ”Thorisy”. Thorisy adalah istilah kaum orientalis yang berarti seseorang yang diutus dari suatu kaum kepada kaum yang lain. Artinya, bahwa Nabi SAW itu adalah pembawa kitab, yakni puncak kerasulan beliau itu seperti “Thorisy” yang diperintah seorang amir atau yang lain dalam suatu masalah untuk manusia agar disampaikannya kepada mereka, kemudian sesudah itu berpaling atau tak ubahnya seorang tukang pos yang bertugas menyampaikan surat kepada orang yang namanya tercantum dalam sampul surat, kemudian sesudah menyampaikannya kepada yang bersangkutan, maka pergilah dia. Dengan ini maka jelaslah bahwa kaum Wahabi hanya mengambil al Qur’an sebagian dan sebagian dia tinggalkan. Diantara cara dia mengurangi ke-agungan Rasulullah SAW, ia pernah mengatakan “AKU MELIHAT KISAH PERJANJIAN HUDAIBIYAH, MAKA AKU DAPATI SEMESTINYA BEGINI DAN BEGINI”, dengan maksud menghina dan mendustakan Nabi SAW seolah-olah mereka tahu waktu Nabi SAW membuat perjanjian itu –pen. dan seterusnya masih banyak lagi nada-nada yang serupa yang dia ucapkan, sehingga para pengikutnya pun melakukan seperti apa yang dilakukannya dan berkata seperti apa yang diucapkannya itu. Sehingga ada sebagian pengikutnya yang berkata “SESUNGGUHNYA TONGKATKU INI LEBIH BERGUNA DARIPADA MUHAMMAD, KARENA TONGKATKU INI BISA AKU PAKAI UNTUK MEMUKUL ULAR, SEDANG MUHAMMAD SETELAH MATI TIDAK ADA SEDIKITPUN KEMANFA’ATAN YANG TERSISA DARINYA, KARENA DIA RASULULLAH S A W ADALAH SEORANG THORISY DAN SEKARANG SUDAH BERLALU”. Sebagian ulama’ yang menyusun buku guna menolak faham ini mengatakan bahwa ucapan-ucapan seperti itu adalah “KUFUR” menurut ke empat madzhab, bahkan kufur menurut pandangan seluruh para ahli Islam. Peringatan Berhati-hatilah dengan fitnah yang dihembuskan oleh orang-orang Wahabi kepada al-Allamah Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Mereka menuduh al-`Allamah Sayyid Ahmad Zaini Dahlan sebagai tukang buat fitnah, rafidhi dan lain-lain lagi. Na’udzubillah. Apa yang mereka lakukan merupakan jarum halus musuh untuk menghancurkan kebenaran. Tujuan mereka menghembuskan fitnah atas Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasany adalah semata-mata untuk meruntuhkan sanad keilmuan dan pengetahuan para ulama kita bahkan ulama seluruh dunia, agar kebathilan mereka [Wahabi] diterima. Apakah terbesit kita mengatakan para ulama kita seperti Syeikh Nawawi al-Bantani, syeikh Hasyim Asy’ari, Syeikh Muhammad Kholil Mbah Khalil, Sayyid Utsman bin Yahya, Syeikh Utsman Sarawak, Syeikh Abdul Wahab Rokan, Syeikh Abdul Qadir al-Fathoni Syeikh Ahmad al-Fathoni, dan lain-lainnya itu berguru kepada seorang tukang fitnah? Ingatlah dan renungkan dalam hati sanubari kita, apa jasa Muhammad bin Abdul Wahhab dengan kita atau dengan nenek datuk kita dibandingkan dengan jasa Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dan para ulama Nusantara kita terdahulu. Katakan TIDAK kepada Wahabi.!!!!
SayyidAhmad Zaini Dahlan guru besar dan salah seorang Mufti Syafi'iyah abad 19 M di Mekkah. KH Muhammad Makshum merasa perlu memberikan uraian panjang atas Mukhtasshor Jiddan. Karena, para santri di Indonesia mengharapkan uraian lebih lanjut karya singkat Sayyid Ahmad Zaini Dahlan itu. Kitab itu diselesaikan di Semarang.
Sayyid Ahmad Zayni Dahlan al-Makki’ ash-Shafi’i [d. 1304 AH / 1886 CE] Sayyid Ahmad ibn Zayni Dahlan was of the eminent scholars of his time and the Shafi’i mufti of Makkah during the second half of the 13th century. He was born in 1231AH. He lived when the first printing press was established in Makkah, which resulted in a number of his works being printed. He wrote chiefly on fiqh and history. Aside from his writings, his major contribution to the madhhab came in the form of his numerous students, including Sayyid `Alawi ibn Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abu Bakr Shatta, Shaykh `Umar Ba Junayd, and Sayyid Husayn ibn Muhammad al-Hibshi. Some of the works published by the Sayyid include, 1- Sharhu Matn-il-Alfiyyah; an explanation of the text of al-Alfiyyah in the Arabic language 2- Tarikh-ud-Duwal-il-Islamiyyah bil-Jadawil-il Mardiyyah; a history of the Islamic states 3- Fath-ul-Jawad-il-Mannan alal-Aqidat-il-Musammati bi Fayd-ir-Rahman fi Tajwid-il-Qur’an; a summary of the tajwid rules of recitation of the Qur’an 4- Khulasat-ul-Kalam fi Umara’-il-Balad-il-Haram; the history of the rulers of Makkah 5- Al-Futuhat-ul-Islamiyyah; a history of the opening of the different countries by Muslims 6- Tanbih-ul-Ghafilin, Mukhtasaru Minhaj-il-Abidin; a summary exposing the good manners of the worshippers 7- Ad-Durar-us-Saniyyah fir-Raddi alal-Wahhabiyyah; a treatise refuting the Wahhabiys 8- Sharh-ul-Ajurrummiyyah; an explanation of an Arabic grammar text 9- Fitnat-ul-Wahhabiyyah; [this booklet] a treatise of the tribulations inflicted by the Wahhabiyyah. Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki gives his sanad to Sayyid Ahmad Dahlan in his abridged book of Ijaza, Iqdatu l-Farid as follows, From his father, Sayyid Alawi al-Maliki from Sayyid Abbas al-Maliki from Sayyid Ahmad Dahlan. Below is a scanned piece from the Iqdatu l-Farid. Sayyid Ahmad Zayni Dahlan May Allah be pleased with him passed away in Medina in the month of Muharram of 1304
Mashum b. Ahmad Lasem (Mbah Maksum Lasem). Sayyid Chaidar Dahlan juga tercatat sebagai penulis biografi Syaikh Nawawi Banten pertama dalam bahasa Indonesia (berjudul Sejarah Pujangga Islam: Syech Nawawi Albanteni Indonesia, diterbitkan tahun 1978 oleh CV. Sarana Utama Jakarta). Salah seorang murid dari Sayyid Hasan Dahlân yang lainnya

Di kalangan pesantren, nama Sayyid Ahmad Zaini Dahlan sungguh masyhur sebagai pembela ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah Aswaja. Lahir tahun 1232 H atau 1816 M di kota Makkah, beliau kelak menjadi mufti terakhir Haramain Makkah dan Madinah pada zaman kesultanan Turki Utsmani. Beliau merupakan keturunan Al-Quthb ar-Rabbani Syaikh Abdul Qodir al-Jailani. Jelas, beliau adalah bagian dari Ahlul Bait Rasulullah SAW, melalui garis keturunan Sayyidina Hasan RA, cucu Rasulullah SAW. Jika kita di bumi Nusantara ini mengenal ulama-ulama termasyhur macam Syaikh Nawawi al-Bantani, Muhammad Sholeh Darat as-Samarangi, Syaikh Khatib al-Minangkabawi, Sayyid Utsman bin Yahya al-Batawi, Syaikh Abdul Hamid Kudus, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan, dan banyak lagi ulama-ulama besar lainnya, mereka adalah anak didik Sayyid Ahmad Zaini bin Dahlan. Sebagai seorang guru, nama beliau cukup masyhur, karena santri-santrinya menjadi ulama-ulama besar masing-masing daerah di Nusantara. Maka, nama beliau harum di kalangan pesantren salaf di Nusantara. Selain sebagai guru, Sayyid Ahmad Zaini bin Dahlan adalah sesosok panutan yang argumentasi-argumentasinya menjadi benteng ajaran Aswaja dari rongrongan orang-orang Wahabi yang jelas-jelas bertentangan dengan ulama-ulama Aswaja yang membolehkan tradisi tawassul, ziarah kubur, yasinan, tahlilan, 40 harian, dan banyak lagi tradisi-tradisi yang sampai hari ini masih dirawat oleh umat Muslim Indonesia yang dituduh bid’ah oleh Wahabi. Dimana tradisi kebiasaan itu telah menjadi bagian penting dari ekspresi keberislaman orang-orang Nusantara sejak dulu. Salah satu pendangan Sayyid Ahmad Zaini bin Dahlan tentang ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW, bahwa hal itu adalah sunnah dengan mengambil dasar rujukan dari hadits riwayar Ibnu Adiy, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda “Barang siapa yang melaksanakan ibadah haji, tetapi tidak menziarahiku, berarti ia telah berlaku kasar terhadapku”. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan sendiri mengatakan Banyak sekali hadits shohih yang secara terang-terangan menyatakan ziarah ke makam Nabi, seperti; Barang siapa menziarahi makamku, ia pasti akan mendapat syafa’atku’. Indonesia sebagai salah satu negara dengan umat Muslim terbanyak di dunia, serta dengan mayoritas pecinta shalawatan, yasinan, tahlilan, ziarah kubur, bukannya tidak memiliki hambatan, lebih-lebih dengan maraknya gerakan organisasi-organisasi Islam trans-nasional, termasuk di dalamnya faham Wahabi, yang mana tujuan dasarnya yakni menyerukan berdirinya negara Islam disertai dengan ajakan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Sebagai bagian dari memudarkan tradisi keberagaman masyarakat Indonesia, seperti maulidan, haul, atau ziarah kubur karena dianggap bertentangan dengan agama Islam itu sendiri. Ini narasi yang selalu dipakai untuk menghancurkan tradisi keberislaman umat Muslim Indonesia. Hal tersebutlah yang senantiasa ditentang secara keras oleh ulama serta kyai-kyai pesantren, karena Muslim Indonesia memiliki kebiasaan unik dalam mengekspresikan kecintaan serta keyakinan dalam beragama. Lebih lanjut, pandangan kaum Wahabi itulah yang ditentang oleh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, seorang maha guru yang mendidik ulama-ulama besar Nusantara zaman dulu. Beliau mendidik para santrinya agar menjadi imadiyyin cagak-cagak pembela Aswaja. Tidak sampai situ, beliau pun menulis beberapa kitab dengan tujuan mulia itu. Dalam sekian banyak karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, salah satunya berjudul Ad-Durar as-Saniyyah fi ar-Radd ala al-Wahhabiyyah, dan kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Di dalam kitab itu, misalnya, beliau menulis Ziarah ke makam Nabi, sah-sah saja, bahkan sesuatu yang disyari’atkan, diperintahkan oleh al-Qur’an dan al-Hadits, serta disepakati ijma’ oleh ulama, dengan dalil dalam al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 64, bahwa ziarah ke makam Nabi tidak menjadi masalah dan tidak bertentangan dengan dalil-dalil mu’tabar terkait ziarah dalam yurisprudensi Islam’. Lebih lanjut, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menulis Meminta ampun kepada Allah SWT, di sisi beliau Rasul, maka dengan begitu, beliau Rasul akan memohonkan ampun kepada Allah SWT. Dan, ayat yang disebutkan itu Surah An-Nisa’ ayat 64 tidak akan terputus atau terhenti dengan wafatnya Rasulullah SAW’. Maka, untuk menghindari agar umat Muslim tidak ziarah ke makam Nabi itulah yang kemudian membuat otoritas Arab Saudi pernah mewacanakan untuk membongkar dan memindah makam Rasulullah SAW. Dan kemudian, tidak mengagetkan jika ulama Nusantara macam Wahab Chasbullah menentang wacana itu, disebabkan anggapan keliru pemerintahan Arab Saudi dengan dalil menghindari syirik. Hal demikianlah yang sedari awal ditentang oleh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dalam karya beliau tentang faham Wahabi. Beliau, sebagai ulama alim yang hidup pada masa-masa awal perkembangan Wahabi, serta sebagai keturunan Rasulullah SAW, yang sepanjang hidupnya membela ajaran Aswaja, maka pantaslah bila Sayyid Ahmad Zaini Dahlan memandang kebiasaan ziarah kubur para wali Allah, istighatsah, tawassul, yasinan, shalawatan, dan tahlilan sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Wallahu a’lam bisshawwab.

SayyidAhmad Zaini Dahlan Adalah salah seorang "Syaikhul Islam" yang ilmu dan dakwahnya menyebar ke seluruh penjuru dunia. beliau merupakan pengajar terkemuka di Masjidil haram yang kala itu menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Murid-muridnya datang dari berbagai belahan dunia.
Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, beliau lahir dari keluarga yang menjaga tradisi keislaman. Berasal dari keturunan Sayyid dari jalur Sayyidina Hasan cucu Rasulullah. Kehadiran Sayyid Ahmad Zaini Dahlan memiliki arti penting dalam jaringan para ulama khususnya Indonesia, karena hampir seluruh para ulama besar sesudahnya berada pada jejaring murid dari murid Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Sayyid Zaini Dahlan demikian beliau biasa disebut, mengawali belajarnya kepada ayahnya yang dikenal seorang yang taat dan menjunjung tinggi ajaran Datuknya Rasulullah. Setelah menghafal berbagai macam bait-bait matan dari berbagai ilmu, Sayyid Zaini Dahlan kemudian mempelajari al-Qur’an dengan berbagai cabang keilmuan yang ada di dalamnya. Beliau disebutkan oleh Sayyid Bakhri Syatta pengarang Kitab I’anatuththalibin yang juga muridnya, bahwa Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menguasai berbagai Qira’at, bahkan menghafal dengan Mutqin Matan Syatibiyah dan Jazariyah yang merupakan panduan dalam memahami ilmu bacaan al-Qur’an. Semenjak kecil Sayyid Ahmad Zaini Dahlan telah dikenal ketekunannya dalam menuntut ilmu pengetahuan. Selain cerdas, saleh, beliau juga sangat bersungguh-sungguh dalam memahami berbagai cabang keilmuan yang diajarkan oleh para ulama di Kota Makkah sehingga tidak mengherankan bila kemudian beliau menjadi seorang ulama besar pada masanya, dan bahkan menjadi Syekhul Islam artinya seseorang yang memiliki kompetensi berbagai cabang keilmuan yang mumpuni. Baca Juga Syekh Abdul Karim al-Bantani; Mursyid Terekat dan Pejuang Kemerdekaan Tentu kealiman Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan tidak bisa terlepas dari didikan para ulama Kota Makkah ketika itu. Di antara ulama yang dianggap sebagai syekh futuh beliau atau guru yang banyak berperan dalam pengembangan keilmuan beliau adalah Syekh Usman bin Hasan Dimyathi al Azhari. Syekh Usman ialah pemuka ulama Mesir yang mendapatkan ilham untuk datang ke Kota Makkah dan membuka halakah keilmuan, dan salah satu murid yang mewujudkan ilham tersebut adalah Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Karena dari Syekh Sayyid Zaini Dahlan kemudian membentuk jejaring ulama yang sangat banyak, bahkan beliau bisa digolongkan sebagai Syekhul Masyayikh atau Mahaguru ulama di Nusantara. Banyak sekali ulama dari berbagai wilayah yang kemudian belajar dan menimba ilmu dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Sebut saja di antara para ulama tersebut adalah Syekh Sayyid Abu Bakar Syatta al-Dimyathi, Syekh Nawawi al Bantani, Syekh Saleh Darat Semarang, Syekh Abdul Hamid Kudus, Syekhuna Cholil Bangkalan, Sayyid Abdullah Zawawi, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Tuan Kisai Syekh Amrullah, Sayyid Utsman Mufti Batavia, Syekh Sayyid Ali Al-Maliki, Syekh Abdul Wahab Basilam, dan beberapa ulama dari Fathani Thailand seperti pengarang Kitab Mathla’ul Badrain, Aqidatun Naji’in dan lain-lain. Bahkan beberapa ulama besar Aceh diperkirakan berguru kepada beliau adalah Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee, Teungku Chik Di Tiro, Teungku Chik Pantee Kulu, Teungku Chik Pantee Geulima, karena masa kedatangan para ulama Aceh tersebut, ketika puncak karier ilmiahnya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Adapun Syekh Abdul Wahab Tanoh Abee yang dikenal dengan Teungku Chik Tanoh Abee Qadhi Rabbul Jalil kerajaan Aceh disebutkan selain mengambil ijazah sanad dari Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, juga sempat berguru kepada gurunya Sayyid Ahmad Zaini yaitu Syekh Utsman bin Hasan al Dimyathi. Karena usia antara kedua orang ulama itu berdekatan. Syekh Sayyid Zaini Dahlan diperkirakan lahir tahun 1816 dan wafat pada tahun 1886. Pada saat beliau menjadi Mufti Syafi’i untuk kota Makkah, ada ulama besar dari India yang mencari suaka politik ke Makkah yaitu Syekh Rahmatullah Hindi. Syekh Rahmatullah Hindi inilah sosok pendiri Madrasah Saulatiah yang banyak mengkader ulama-ulama di Indonesia. Bahkan pendiri Darul Ulum Makkah juga lulusan Madrasah Saulatiah tersebut. Selain sebagai ulama yang banyak mengkader para ulama generasi sesudahnya, Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga seorang ulama penulis. Banyak kitab-kitab yang beliau tulis tersebar ke seluruh penjuru dunia, baik dalam bidang sejarah, fikih, tauhid, tasawuf dan ilmu gramatika Arab. Salah satu karyanya adalah Kitab Mukhtasar Jiddan yang merupakan ulasan tuntas untuk Matan Jurumiyah. Kitab Mukhtasar merupakan kitab yang membahas ilmu nahwu, dimana Syekh Sayyid Zaini Dahlan di bagian awal kitab menyebutkan kisah asal muasal ilmu nahwu. Di bagian awal kita tersebut juga beliau mengulas tentang mabadi’ asyarah atau pengantar awal sebelum mengaji ilmu nahwu secara mendalam. Dari tulisannya nampak beliau seorang yang berfikir sistematis dan langsung ke persoalan. Hal yang menarik dari Kitab Mukhtasar Jiddan beliau di bagian akhir juga menceritakan secara sekilas tentang penyusunan Matan Jurumiyah yang banyak disyarah oleh para ulama dari generasi ke generasi. Baca Juga Raudhah al-Hussâb fî A’mâl al-Hisâb, Manuskrip Matematika Islam Nusantara Karangan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau Pada masa hidupnya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga puncak dari pergerakan Wahabiyah di Kota Suci Makkah. Dan beliau termasuk ulama yang banyak membantah kekeliruan pemahaman dari aliran tersebut. Beliau dengan gamblang dan jelas mengkritisi hal-hal yang meleset dari pemahaman Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebagai seorang ulama, Syekhul Islam dan Mufti Syafi’i, Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan telah menyelesaikan risalah sebagai Waratsah Nubuwah. Beliau juga seorang ulama mujaddid yang telah mentajdid agama dengan murid-muridnya yang tersebar di seluruh dunia Islam. Setelah berbagai kiprah yang besar, pada tahun 1886 dalam usia sekitar 70 tahun wafatlah ulama besar tersebut di Madinah.[] Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan. Alfaatihah.
Salahsatu pendangan Sayyid Ahmad Zaini bin Dahlan tentang ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW, bahwa hal itu adalah sunnah dengan mengambil dasar rujukan dari hadits riwayar Ibnu 'Adiy, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: "Barang siapa yang melaksanakan ibadah haji, tetapi tidak menziarahiku, berarti ia telah berlaku kasar terhadapku".

Zayid Al-Baghdadi, Avocat en Droit Criminel à Montréal Du premier entretien téléphonique jusqu’à la disposition finale de votre cause, l’avocat en droit criminel, Zayid Al-Baghdadi, vous impressionnera par la qualité de ses services et son professionnalisme hors pair. Pratiquant le droit criminel et pénal à Montréal depuis 2005, Me Al-Baghdadi est reconnu comme un avocat sérieux et combatif. Il plaide devant les tribunaux de première instance ainsi que les cours supérieures de la province du Québec. Tout au long de sa carrière, il a bâti une excellente réputation devant la magistrature et ses pairs, en fournissant ses clients une représentation juridique selon les normes les plus élevées. Empathique de nature et confiant dans la salle de cour, Zayid Al-Baghdadi vise à faciliter le passage à travers le système juridique en minimisant le stress et le dommage possible. Ne négligeant aucun détail de son dossier, son approche est proactive et approfondie. Utilisant des méthodes axées sur les résultats, il privilégie la diplomatie afin d’assurer le résultat souhaité pour ses clients. Son champ de pratique s’étend à l’ensemble des infractions prévues au Code Criminel ainsi que les infractions pénales et statutaires. “La présomption d’innocence constitue le pilier central du système de justice pénale. Un avocat compétant et dédié constitue le pilier central de votre défense.”

KeponakanSayyid Bakri Syatha', yaitu Sayyid Hamzah Syatha', bahkan hijrah dan berdakwah di Sedan, Rembang, Jawa Tengah. Selain Al-Maliki, Al-Yamani, dan Syatha' Addimyathi, ada juga keluarga Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Mufti Syafi'iyah di Makkah di era 1860-an yang punya sejarah khusus dengan jaringan ulama Nusantara. . Bernama Ahmad bin Zaini bin Utsman Dahlan, seorang ulama yang memiliki jalur nasab mulia bersambung kepada wali agung pada zamannya, Syekh Abdul Qadir Al-Jilani. Dari beliau terus bersambung hingga memuncak kepada Sayyidina Hasan, cucu Rasulullah. Dilahirkan pada tahun 1232 H, hidup di bawah didikan orang tuanya, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menghafal Al-Qur'an hingga matang. Kemudian dilanjutkan dengan menghafal berbagai macam kitab dari berbagai cabang keilmuan. Dalam bidang Fikih Syafi'i, beliau menghafal nazam Zubad yang berjumlah lebih dari 1000 bait; dalam ilmu Nahwu beliau menghafal Alfiyah Ibnu Malik; dalam ilmu Balaghah beliau menghafal Uqud al-Juman; dan menghafal Syatibiyyah dalam ilmu Qiraat. Jika dihitung, hafalan yang dimiliki oleh Sayyid Ahmad ketika masih belajar lebih dari 5000 bait. Belum dihitung dari hafalan sejarah yang Sayyid Ahmad miliki, yang mana para ulama mengakui pehamanan dan riwayat sejarah yang beliau sampaikan. Ilmu-ilmu di atas tidak beliau peroleh sendiri, melainkan dibawah naungan guru yang mumpuni. Beliau belajar dengan banyak guru, diantara guru yang mempengaruhi keilmuan beliau adalah Syekh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi W. 1265 H. Baca juga Syekh Ihsan Jampes Kediri Terdzalimi Syekh Ustman bin Hasan Ad-Dimyathi, berasal dari Mesir. Beliau pindah ke Makkah sebab mimpi yang beliau peroleh di makam Sayyidina Husein. Beliau bercerita "Ketika saya sedang berada di makam Sayyidina Husein, aku merasa ngantuk, keadaanku antara bangun dan tertidur. Seketika, aku melihat diriku sedang berada di Makkah." Beliau melanjutkan, "Di sana, aku menanam sebuah pohon. Setelah aku tinggal beberapa waktu, pohon tersebut bercabang dan memenuhi Masjid al-Haram, berbuah dan memberi manfaat kepada masyarakat sekitar.” Setelah mimpi tersebut, Syekh Utsman pergi ke Makkah dan membuka pengajian. Para santri dan masyarakat memenuhi pengajian tersebut. Namun, tidak ada yang dapat mengambil manfaat sebanyak apa yang diambil oleh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Dari sinilah, Syekh Ustman paham makna dari mimpinya di makam Sayyidina Husein bahwa yang dimaksud dari pohon yang bertumbuh lebat dan berbuah sehingga masyarakat mengambil manfaat adalah sosok Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yang akan menyebarkan ilmu hingga ujung dunia. Mimpi dan maknanya benar-benar terwujud. 3 tahun sebelum wafat, Syekh Utsman memerintahkan Sayyid Ahmad untuk menggantikannya mengajar Shahih Bukhari dalam ilmu Hadits dan Hasyiah Ash-Shabban dalam ilmu Nahwu. Sayyid Ahmad juga belajar kepada Masyaikh al-Azhar, antara lain Syekh Abdullah Asy-Syarqawi W. 1227 H, Syekh Amir Al-Kabir W. 1232 H, Syekh Muhammad Asy-Syanwani W. 1233 H, dan guru-guru yang lainnya. Baca juga Bahaya Memahami Hukum Langsung dari Hadits Selain fokus belajar dan menghafal ilmu-ilmu syariat, beliau tidak melupakan inti dari ajaran Islam; yaitu ilmu Tasawuf. Sayyid Ahmad meniti jalan para auliya dibawah didikan sang guru Syekh Utsman bin Dimyati. Tidak hanya Syekh Utsman, beliau juga mengambil talqin zikir dari para habaib yang beliau temui, di antaranya Habib Muhammad bin Husein al-Habsyi, Habib Umar bin Abdullah Al-Jufri, Habib Abdurrahman bin Ali As-Saqaf. Karena keterkaitan dengan para habaib tersebut, Sayyid Ahmad memiliki hubungan yang sangat kuat dengan Alawiyyin. Hubungan erat ini membuat Sayyid Ahmad menghafal semua wirid para habaib, dan memerintahkan murid-muridnya agar terus membacanya dan tidak menyepelekan wirid tersebut. Sayyid Ahmad juga memiliki cinta akan shalawat kepada Nabi Muhammad. Ini dibuktikan ketika beliau menemukan Dalail Khairat, semenjak beliau mengetahui buku kumpulan shalawat tersebut, beliau terus menerus membacanya, dan dijadikan wirid harian. Sebab didikan guru-guru beliau, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menjadi sosok pewaris akhlak kenabian. Menurut kisah yang diceritakan murid-muridnya, Sayyid Ahmad selalu mendoakan kebaikan bagi musuhnya. Sayyid Ahmad juga rajin memberikan sedekah kepada anak yatim, sehingga beliau tidak pernah membiarkan uang tinggal di dalam rumahnya. Sayyid Ahmad juga sangat mempersedikit makan, beliau hanya makan satu kali dalam satu hari dengan beberapa suapan. Bahkan di akhir hayatnya, beliau hanya mengisi perut dengan air zamzam tanpa makanan yang lain. Dalam soal istirahat pun sama, beliau tidur hanya 2 jam perhari dalam keadaan duduk, orang yang melihat keadaan tidurnya akan mengira beliau tidak tertidur. Di samping mujahadah yang begitu luar biasa, beliau memiliki semangat yang tinggi dalam mengajar dan memberi manfaat kepada para santri. Pada tahun 1278, beliau mengunjungi Madinah al-Munawwarah. Baca juga Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Fatwa Menjual Ayam ke Orang Cina Di Madinah beliau mengisi semua waktunya dengan mengajar. Pada waktu Subuh, beliau mengajar Minhaj al-Qawim dan Alfiyyah Ibnu Malik. Setelah Dzuhur beliau mengajar Tahzib dan Al-Kafrawi. Setelah Ashar beliau mengajar Hasyiah Imam al-Bajuri dalam ilmu Bayan, Mantik dan Kalam. Setelah Maghrib beliau membaca kitab Asy-Syifa karya Al-Qadhi 'Iyadh. Semangat beliau dalam mengajar menjadi magnet para santri untuk belajar, termasuk dari Indonesia. Di antara murid-muridnya banyak yang menjadi kyai besar dan tokoh di tanah air. Sebut saja KH. Hasyim Asy'ari, pendiri organisasi Islam terbesar di dunia; Nahdlatul Ulama. Ikut serta juga Sayyid Ustman bin Yahya yang dikenal dengan Mufti Betawi, dan murid-murid yang lain. Dengan kesibukannya mengajar dan belajar, beliau ternyata tetap produktif dalam menulis. Menurut sebagian murid beliau, Sayyid Ahmad menulis lebih dari 5 lembar dalam sehari. Di antara karya-karya beliau yang sudah dicetak dan tersebar di Indonesia adalah Syarah Jurumiyyah yang dikenal dengan Mukhtasar Jiddan. Beliau juga menulis sebuah kitab yang membantah pemikiran Wahabi yang beliau namai dengan Ad-Durar as-Saniyyah, kitab ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan sangat mencolok dalam ilmu sejarah. Kebanyakan karya tulis beliau didominasi oleh ilmu sejarah, antara lain kitab Tarikh Andalusi, Tarikh Jadawil, Tarikh Khulafaur Rasyidin, dan kitab sejarah yang lainnya. Baca juga Imam Asy-Syadzili, Perekam Jejak Sang Guru Maulaya Abdussalam Bin Masyisy Kitab terakhir yang beliau tulis adalah kitab Taisir al-Uhsul ila Tashil al-Wushul. Di akhir umur beliau, Sayyid Ahmad memerintahkan murid-muridnya untuk memanfaatkan betul kitab tersebut. Menurut Sayyid Ahmad, dengan kitab yang terakhir beliau tulis tadi, murid-muridnya tidak perlu lagi membaca kitab Minhaj karya Imam An-Nawawi, dan Kitab Tuhfah karya Ibnu Hajar. Secara keseluruhan, semua umur beliau digunakan untuk memberikan manfaat kepada masyarakat, dan beribadah kepada Allah. Tidak pernah menyia-nyiakan waktu meskipun hanya sedikit. Menjelang waktu wafat beliau, pada tahun 1303 Sayyid Ahmad Zaini Dahlan mengajak semua keluarganya untuk ziarah ke Madinah al-Munawwarah. Dalam keadaan yang kurang prima, beliau dan keluarga berangkat dari Makkah dan sampai di Madinah pada tanggal 7 Muharram. Bila tiba di Madinah, beliau selalu berziarah ke makam Nabi. Hingga suatu hari beliau jatuh sakit, meskipun demikian, Sayyid Ahmad tetap berziarah, namun kali ini di hadapan makam beliau berkata, "Semenjak 20 tahun aku meminta kepada Allah agar aku wafat disisi makam kakekku, dan kini aku telah siap." Banyak ulama datang membesuk beliau yang tengah sakit. Mereka tidak melihat keadaan Sayyid Ahmad kecuali beliau dalam keadaan senang dan terus tersenyum, disertai dengan lisan yang terus berzikir dan memohon ampun kepada Allah. Baca juga Kitab “Futûh al-Ilâhiyyah” Karya Syaikh Siraj Garut Makkah Bertahun 1925 2 hari sebelum wafat, beliau memerintahkan keluarganya untuk menghadirkan berbagai macam wewangian, kemudian beliau menciumnya. Menurut Sayyid Ahmad, wewangian ini akan memudahkan ruh untuk keluar. Pada awal malam hari kewafatan, beliau memerintahkan murid-muridnya agar tidak pergi dari sisi beliau. Karena Sayyid Ahmad ingin wafat dengan didampingi oleh murid-muridnya. Sayyid Ahmad juga memerintahkan agar di samping tubuhnya diletakkan sebuah kursi. "Letakkan kursi di sampingku untuk Tuanku Muhsin salah satu nama Nabi Muhammad,” pesannya. Seakan beliau mengetahui, bahwa Nabi Muhammad akan menghadiri waktu wafat beliau. Dalam keadaan tersebut, Sayyid Ahmad terus menerus menyebut Allah, hingga ruh beliau keluar dari jasadnya untuk menghadap kepada Tuhannya. Tepat pada jam 10 hari Minggu, 7 Shafar tahun 1304 H. Khusus untuk Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, ini merupakan ringkasan dari kitab Nafhah ar-Rahman karya Syekh Abi Bakr Syatha Ad-Dimyathi W. 1310 H Xcoryn.
  • xflui7f2x4.pages.dev/150
  • xflui7f2x4.pages.dev/34
  • xflui7f2x4.pages.dev/778
  • xflui7f2x4.pages.dev/703
  • xflui7f2x4.pages.dev/518
  • xflui7f2x4.pages.dev/902
  • xflui7f2x4.pages.dev/137
  • xflui7f2x4.pages.dev/426
  • xflui7f2x4.pages.dev/590
  • xflui7f2x4.pages.dev/977
  • xflui7f2x4.pages.dev/749
  • xflui7f2x4.pages.dev/692
  • xflui7f2x4.pages.dev/826
  • xflui7f2x4.pages.dev/666
  • xflui7f2x4.pages.dev/296
  • sayyid ahmad zaini dahlan